Legenda Gunung Bromo, Asal Usul Suku Tengger dan Tradisi Kasada yang Sakral

Legenda Gunung Bromo

Online-uttarakhand.comLegenda Gunung Bromo bukan hanya cerita biasa, tapi kisah yang hidup dan terus di wariskan dari generasi ke generasi. Terbayangkah olehmu bahwa sebuah gunung yang berdiri megah di Jawa Timur ini sebenarnya menyimpan sejarah yang panjang? Masyarakat setempat percaya, Gunung Bromo bukan sekadar destinasi wisata. Melainkan rumah bagi para dewa dan saksi dari kisah agung Roro Anteng, Joko Seger, serta putra mereka, Jaka Kesuma.

Dari sinilah kisah legenda Gunung Bromo bermula. Cerita ini tidak hanya melekat dalam budaya masyarakat Suku Tengger, tetapi juga membentuk tradisi sakral yang di kenal sebagai Upacara Kasada. Mari menyelami lebih dalam bagaimana gunung yang indah ini ternyata tumbuh dari luka dan keajaiban!

Asal Usul Gunung Bromo, Dari Letusan Dahsyat Gunung Tengger

Untuk memahami legenda Gunung Bromo, kita perlu menengok sejarah geologisnya terlebih dahulu. Konon, Gunung Bromo terbentuk dari letusan besar Gunung Tengger yang dulu memiliki ketinggian mencapai 4000 mdpl, menjadikannya gunung terbesar pada zamannya.

Letusan hebat tersebut menciptakan kaldera raksasa dengan diameter lebih dari 8 kilometer. Dari kaldera itu kemudian muncul empat gunung baru, termasuk Gunung Batok dan Gunung Bromo. Letusan ini bukan hanya membentuk bentang alam indah yang kita lihat hari ini, tapi juga menjadi fondasi dari munculnya kisah-kisah sakral yang di percaya masyarakat sekitar.

Nama “Bromo” sendiri dipercaya berasal dari Brahma, salah satu dewa utama dalam kepercayaan Hindu. Dalam legenda Gunung Bromo, Dewa Brahma di percaya sebagai pelindung masyarakat dan penghuni suci gunung tersebut, bersama Dewa Wisnu dan Dewa Siwa.

Roro Anteng dan Joko Seger, Awal Mula Suku Tengger

Bagian paling menarik dari legenda Gunung Bromo di mulai dari kisah Roro Anteng, seorang perempuan cantik keturunan Kerajaan Majapahit, dan Joko Seger, pemuda sederhana namun berhati mulia. Mereka saling mencintai, namun cinta mereka terhalang oleh Kyai Bimo, seorang pria sakti yang juga jatuh hati pada Roro Anteng.

Kyai Bimo mengajukan syarat untuk menikahi Roro Anteng, ia harus mampu menciptakan lautan luas sebelum fajar menyingsing. Namun Roro Anteng yang cerdik menggagalkan usaha itu dengan membangunkan ayam agar berkokok lebih awal. Kyai Bimo tertipu, murka, lalu melemparkan batu besar yang kini di kenal sebagai Gunung Batok.

Kemenangan itu membawa berkah bagi Roro Anteng dan Joko Seger, yang akhirnya menikah dan hidup bahagia. Mereka lalu menjadi cikal bakal dari masyarakat Suku Tengger, suku asli yang mendiami kawasan Bromo hingga kini. Tapi kebahagiaan mereka belum lengkap karena belum juga di karuniai keturunan.

Pengorbanan Jaka Kesuma, Harga Sebuah Keajaiban

Dalam lanjutan legenda Gunung Bromo, Roro Anteng dan Joko Seger melakukan pertapaan di gunung demi mendapatkan anak. Doa mereka di jawab dengan satu syarat, anak terakhir mereka harus di korbankan ke kawah Gunung Bromo. Mereka menyanggupi janji tersebut demi keturunan.

Setelah bertahun-tahun, pasangan itu di karuniai 25 anak. Anak terakhir mereka bernama Jaka Kesuma, seorang pemuda tampan, bijak, dan pemberani. Ketika saatnya tiba untuk menepati janji, Jaka Kesuma dengan ikhlas menyanggupi pengorbanan itu demi kebaikan keluarganya dan seluruh masyarakat Tengger.

Jaka Kesuma menceburkan diri ke kawah Gunung Bromo. Namun sebelum itu, ia sempat berpesan agar masyarakat selalu mempersembahkan hasil bumi terbaik pada tanggal 14 bulan Kasada, sebagai bentuk penghormatan atas pengorbanannya.

Upacara Kasada, Tradisi Suci Warisan Legenda

Hingga kini, masyarakat Suku Tengger masih melestarikan tradisi Upacara Kasada. Ini bukan hanya ritual keagamaan, tapi juga bentuk penghargaan terhadap legenda Gunung Bromo. Setiap tanggal 14 bulan Kasada dalam kalender Tengger, masyarakat membawa hasil panen dan sesajen ke kawah Gunung Bromo.

Mereka percaya bahwa persembahan tersebut akan memberikan berkah, panen melimpah, dan keselamatan bagi keluarga. Upacara ini menjadi saksi bagaimana legenda, budaya, dan spiritualitas berpadu dalam satu momen sakral.

Uniknya, upacara ini bukan hanya milik masyarakat lokal. Wisatawan dari berbagai daerah, bahkan mancanegara, datang menyaksikan tradisi ini. Mereka tidak hanya menikmati keindahan alam Bromo, tapi juga larut dalam suasana spiritual yang kental, seolah menyatu dengan alam dan warisan leluhur.

Baca juga: Inilah Sejarah Jembatan Suramadu dari Gagasan hingga Jadi Ikon

Warisan Legenda Gunung Bromo yang Abadi

Legenda Gunung Bromo bukan hanya kisah tentang cinta, pengkhianatan, dan pengorbanan. Ini adalah warisan budaya yang hidup dan di jaga hingga kini oleh masyarakat Suku Tengger. Lewat kisah Roro Anteng, Joko Seger, dan Jaka Kesuma, kita belajar tentang kesetiaan pada janji, pentingnya pengorbanan, serta kekuatan spiritual yang tak lekang oleh waktu.

Gunung Bromo memang indah secara visual, tapi di balik keindahannya tersimpan cerita mendalam yang membuatnya berbeda dari gunung lainnya. Jadi, saat suatu hari nanti kamu berdiri di tepi kawah Bromo, ingatlah bahwa tempat itu pernah menjadi saksi dari cinta sejati dan pengorbanan suci. Itulah mengapa legenda Gunung Bromo tak sekadar di ceritakan, tapi di yakini dan di rayakan hingga hari ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *