Online-uttarakhand.com – Jika bicara tentang sejarah besar dunia Islam, dinasti syafawi jadi salah satu yang nggak boleh di lewatkan. Bayangkan, dari awalnya cuma gerakan tarekat kecil di Ardabil, Azerbaijan, mereka bisa menjelma jadi kerajaan besar yang menguasai wilayah luas, menetapkan Syiah sebagai agama resmi, dan punya pengaruh besar di Timur Tengah. Dinasti ini berdiri antara tahun 1501 hingga 1722, dengan sempat mengalami restorasi singkat dari 1729 hingga 1736.
Asal-Usul Dinasti Syafawi
Awalnya, dinasti syafawi bukanlah kerajaan, melainkan gerakan Sufi bernama Safawiyeh. Gerakan ini di dirikan oleh Sheikh Safi al-Din Ishak al-Ardabily (1252–1334 M) di Ardabil. Nama “Safawi” di ambil dari nama beliau, dan awalnya fokus pada kegiatan spiritual.
Namun, seiring waktu, ajaran ini berkembang menjadi gerakan politik, terutama ketika para penerusnya seperti Syekh Junayd dan Syekh Haydar mulai mempersenjatai pengikutnya dan memperluas pengaruhnya ke wilayah Iran. Transformasi inilah yang membuat Safawiyeh berubah dari sekadar tarekat menjadi kekuatan militer dan politik yang di segani.
Perubahan Jadi Kekuatan Politik
Perubahan besar terjadi ketika Ismail I naik ke tampuk kekuasaan. Dari markasnya di Ardabil, ia berhasil merebut Tabriz dan menjadikannya ibu kota. Gelarnya sebagai Shah Azerbaijan menjadi tanda awal berdirinya kerajaan Safawi secara resmi. Ismail I punya visi besar yaitu mempersatukan Iran di bawah satu pemerintahan dan menjadikan Syiah sebagai agama resmi. Keputusan ini bukan cuma berpengaruh di dalam negeri, tapi juga memicu ketegangan panjang dengan Kesultanan Utsmaniyah yang mayoritas Sunni.
Puncak Kejayaan
Masa kejayaan dinasti syafawi di tandai dengan pemerintahan Shah Abbas I, yang sering di juluki Abbas Agung. Ia memindahkan ibu kota ke Isfahan dan menjadikannya pusat seni, arsitektur, dan perdagangan yang megah. Kota ini bahkan di sebut-sebut sebagai salah satu kota terindah di dunia pada zamannya.
Shah Abbas juga melakukan reformasi besar di bidang militer. Ia membentuk pasukan bersenjata api modern seperti korps musketir (tofangchi), yang membuat Safawi masuk ke jajaran “Negeri Mesiu” bersama Utsmaniyah dan Mughal. Diplomasi internasional pun gencar di lakukan, termasuk menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan Eropa.
Wilayah Kekuasaan yang Luas
Pada puncak kekuasaannya, dinasti syafawi menguasai wilayah yang mencakup Iran, Azerbaijan, Armenia, sebagian besar Irak, Georgia, Afghanistan, Kaukasus, dan sebagian Pakistan, Turkmenistan, serta Turki. Posisi geografis ini membuat Safawi jadi penghubung perdagangan antara Timur dan Barat, termasuk jalur sutera yang terkenal.
Selain kekuatan politik dan militer, pengaruh budaya Safawi juga sangat besar. Mereka mendorong perkembangan seni kaligrafi, arsitektur, dan kerajinan karpet Persia yang hingga kini masih terkenal di seluruh dunia.
Awal Kemunduran
Sayangnya, kejayaan itu tidak bertahan lama. Memasuki abad ke-17, para penguasa Safawi mulai hidup berfoya-foya dan mengabaikan urusan pemerintahan. Efisiensi birokrasi menurun, dan korupsi merajalela. Di saat yang sama, tekanan militer dari luar semakin besar. Safawi harus menghadapi gempuran dari Utsmaniyah di barat, Afghan di timur, dan Rusia di utara. Bahkan Kerman di rebut oleh orang Baloch pada 1698, dan Khorasan jatuh ke tangan pasukan Afghan pada 1717.
Faktor Ekonomi yang Mempercepat Keruntuhan
Selain masalah politik dan militer, faktor ekonomi juga memperburuk keadaan. Perubahan jalur perdagangan dunia membuat Jalur Sutera kehilangan peran pentingnya. Safawi yang selama ini di untungkan dari perdagangan internasional mulai kehilangan pemasukan besar. Krisis ekonomi ini memicu ketidakstabilan di dalam negeri, melemahkan kemampuan pemerintah membayar pasukan, dan membuat wilayah-wilayah perbatasan semakin rentan di serang.
Kejatuhan Dinasti Syafawi
Puncak keruntuhan terjadi pada 1722, ketika pasukan Afghan dari Dinasti Hotak menyerbu dan berhasil merebut ibu kota Isfahan. Selama tujuh tahun, Safawi kehilangan kendali atas Iran. Memang ada restorasi singkat pada 1729 dengan bantuan Jenderal Nader Shah, tetapi kekuasaan raja Safawi saat itu hanyalah simbolis. Akhirnya pada 1736, Nader Shah secara resmi mengambil alih tahta dan mendirikan Dinasti Afshariyah, menandai berakhirnya era Safawi di Iran.
Baca juga: Mengungkap Awal Peradaban Yunani Kuno yang Mempesona
Warisan Besar Dinasti Syafawi
Meskipun runtuh, dinasti syafawi meninggalkan warisan besar yang masih terasa hingga kini:
- Syiah sebagai agama resmi Iran: Kebijakan ini membentuk identitas keagamaan Iran yang bertahan sampai sekarang.
- Pengaruh seni dan arsitektur: Masjid, istana, dan jembatan era Safawi masih menjadi ikon sejarah dan budaya.
- Sistem pemerintahan yang efisien: Meski akhirnya hancur, birokrasi Safawi pernah menjadi salah satu yang terbaik di dunia Islam.
- Posisi strategis perdagangan: Safawi sempat menjadi penghubung utama antara Timur dan Barat.
Kesimpulan
Perjalanan dinasti syafawi adalah kisah tentang transformasi luar biasa dari sebuah tarekat sufi kecil menjadi salah satu kekuatan besar dunia. Kejayaan mereka lahir dari visi besar, kekuatan militer, dan kecerdikan politik. Namun, kelemahan internal dan tekanan eksternal akhirnya menjatuhkan mereka. Meski begitu, jejak dan pengaruh mereka masih bisa dirasakan hingga kini, terutama di Iran yang tetap mempertahankan Syiah sebagai identitas negara sejak masa dinasti syafawi.