Online-uttarakhand.com – Hari Raya Idul Adha bukan sekadar tentang daging qurban dan takbir yang menggema di angkasa. Lebih dari itu, ia adalah momen refleksi sebuah perjalanan spiritual yang mengingatkan kita pada sejarah qurban Nabi Ibrahim, kisah tentang kepatuhan luar biasa terhadap kehendak Tuhan, dan cinta yang diuji dalam bentuk paling menggetarkan. Dalam kisah ini, kita diajak menyelami lautan keimanan yang dalam, di mana seorang ayah rela “mengorbankan” anaknya demi menjalankan perintah Sang Pencipta. Mau tahu lebih lanjut? Simak terus ulasan berikut untuk mengetahui sejarah qurban Nabi Ibrahim.
Asal-Usul Qurban, Ketika Mimpi Menjadi Amanah Ilahi
Diceritakan dalam berbagai literatur Islam, termasuk Al-Qur’an dan kitab-kitab tafsir, sejarah qurban Nabi Ibrahim bermula dari sebuah mimpi. Dalam tidur yang tenang, Ibrahim AS melihat dirinya tengah menyembelih sang putra tercinta, Ismail AS. Bukan sekali, tapi berulang kali. Mimpi itu jelas, nyata, dan mengguncang hatinya.
Namun, Nabi Ibrahim tidak gegabah. Ia tidak langsung mengambil kesimpulan. Ia menimbang, berdoa, dan meminta petunjuk dari Allah SWT. Dan ketika mimpi itu datang hingga tiga kali berturut-turut, ia yakin bahwa itu bukan sekadar bunga tidur melainkan wahyu, perintah, dan ujian dari Tuhan.
Dialog Ayah dan Anak, Ismail Siap Menyerahkan Diri
Momen paling menyentuh dalam sejarah qurban Nabi Ibrahim adalah ketika Ibrahim menyampaikan mimpi itu kepada Ismail. Ia tak memaksa. Ia justru mengajak putranya berdiskusi, dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Dalam QS. As-Saffat ayat 102 disebutkan:
“Wahai anakku! Sungguh aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”
Jawaban Ismail pun mengejutkan dunia:
“Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang di perintahkan Allah kepadamu, insya Allah Engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Kata-kata ini bukan hanya bukti dari keberanian seorang anak, tapi juga gambaran betapa dalamnya pendidikan keimanan yang Ibrahim tanamkan. Ismail, yang kala itu baru sekitar 7 tahun, telah memahami makna ketaatan sejati.
Perjalanan ke Mina, Ujian di Antara Air Mata
Ketika semuanya telah di putuskan, berangkatlah mereka ke Mina. Dalam tradisi dan berbagai tafsir di sebutkan bahwa Ismail meminta beberapa hal kepada ayahnya yaitu mengencangkan ikatan, menajamkan pisau, dan menyingkirkan baju agar darahnya tak mengotori pakaian ayahnya semua demi memudahkan proses penyembelihan dan mengurangi kesedihan ibunya nanti.
Namun, saat pisau di tempelkan ke leher Ismail, keajaiban terjadi. Pisau itu tak mampu melukai. Tajamnya tumpul, seolah-olah benda mati itu menolak menunaikan tugasnya. Sebuah adegan yang seakan-akan semesta pun enggan melihat seorang ayah benar-benar mengorbankan anaknya.
Baca juga: Sejarah Penulisan Alkitab dari Masa ke Masa
Tebusan dari Langit, Bukti Cinta dan Ketaatan
Tepat di saat itulah datang wahyu Allah SWT, seperti tercatat dalam QS As-Saffat ayat 104-107:
“Wahai Ibrahim! Sungguh, Engkau telah membenarkan mimpi itu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
Seekor domba dikirim dari langit sebagai tebusan. Ismail di selamatkan. Dan kisah ini menjadi fondasi utama dalam sejarah qurban Nabi Ibrahim, yang terus di peringati oleh umat Islam hingga hari ini setiap tanggal 10 Dzulhijjah.
Hikmah Besar di Balik Sejarah Qurban Nabi Ibrahim
Ada hikmah besar di balik sejarah qurban nabi ibrahim yaitu:
1. Ketaatan Tanpa Batas
Tidak ada bentuk ketaatan yang lebih kuat daripada bersedia menyerahkan yang paling di cintai demi perintah Allah. Nabi Ibrahim dan Ismail menunjukkan bahwa iman bukan sekadar di lisan, tapi tercermin dalam tindakan.
2. Cinta yang Berakar pada Tuhan
Seorang ayah mencintai anaknya, tapi cintanya kepada Allah lebih tinggi. Dan justru karena cinta itulah, keduanya di beri ganjaran terbaik yaitu pujian abadi dan sejarah yang tak pernah pudar.
3. Qurban Sebagai Bentuk Pengorbanan Diri
Menyembelih hewan qurban bukan hanya simbolik. Ia adalah ajakan untuk menyembelih ego, ambisi, dan keinginan duniawi yang menjauhkan kita dari keikhlasan.
4. Idul Adha, Meneladani Sejarah Qurban Nabi Ibrahim
Setiap tahun, jutaan umat Islam di seluruh dunia menyambut Hari Raya Idul Adha dengan takbir, dzikir, dan tentunya ibadah qurban. Tapi jangan sampai ibadah itu menjadi ritual kosong. Mari renungi sejarah qurban Nabi Ibrahim sebuah pelajaran tentang keimanan sejati, kepasrahan yang utuh, dan cinta yang bersumber dari langit.
Sejarah qurban Nabi Ibrahim adalah kisah yang terus hidup dalam setiap detak Idul Adha. Ia bukan dongeng, bukan mitos, tapi kisah nyata yang menggugah hati. Kisah yang mengajak kita untuk bertanya, sudahkah kita rela menyerahkan apa yang kita cintai demi cinta kepada Allah? Jadi, saat takbir menggema dan pisau menyentuh leher hewan qurban, mari kita ingat di balik semua itu, ada cinta yang pernah di uji dan di balas oleh langit.