Online-uttarakhand.com – Gunung Bromo bukan sekadar destinasi wisata yang memukau mata. Di balik lautan pasirnya yang luas dan kawahnya yang memancarkan aura mistis, tersimpan kisah yang begitu dalam, kisah tentang cinta, pengorbanan, dan keyakinan. Sejarah Gunung Bromo tak lepas dari mitos dan legenda Suku Tengger yang telah diwariskan turun-temurun.
Bila anda penasaran bagaimana Sejarah Gunung Bromo menurut cerita rakyat setempat. Nah, artikel ini akan membawa anda menyusuri jejak sejarahnya yang memikat dan penuh makna!
Sejarah Gunung Bromo dan Asal-Usul Suku Tengger
Sebelum mengungkap legenda yang membentuk sejarah Gunung Bromo, penting untuk mengetahui posisi geografisnya. Gunung ini terletak di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang membentang di empat kabupaten di Jawa Timur, Malang, Pasuruan, Lumajang, dan Probolinggo. Nama “Bromo” sendiri berasal dari pengucapan lokal terhadap Dewa Brahma dalam agama Hindu.
Masyarakat sekitar yang dikenal sebagai Wong Tengger, merupakan keturunan dari pasangan legendaris Joko Seger dan Roro Anteng. Mereka adalah sosok penting dalam sejarah Gunung tersebut karena dipercaya sebagai leluhur pertama yang mendiami kawasan ini setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Mayoritas masyarakat Suku Tengger memeluk agama Hindu dan hidup selaras dengan alam serta ajaran leluhur mereka. Inilah yang membuat sejarah Gunung tersebut sangat lekat dengan nilai-nilai spiritual dan kepercayaan terhadap para dewa.
Kelahiran Joko Seger dan Roro Anteng, Awal Mula Sejarah Gunung Bromo
Dalam sejarah Gunung Bromo, kisah bermula dari kelahiran dua anak istimewa di wilayah Pegunungan Tengger. Joko Seger, seorang bayi laki-laki dengan fisik kuat dan suara tangisan yang menggelegar, lahir dari seorang pertapa Brahmana. Sementara itu, Roro Anteng lahir di Gunung Pananjakan, tanpa tangisan, dan dikenal sebagai titisan dewi karena parasnya yang luar biasa cantik dan tenang.
Mereka tumbuh dewasa dan akhirnya jatuh cinta satu sama lain. Namun, cinta mereka tidak berjalan mulus. Banyak pria ingin meminang Roro Anteng, termasuk seorang tokoh sakti bernama Kyai Bimo. Roro Anteng yang tak ingin menerima lamaran Kyai Bimo, kemudian menyusun siasat cerdik untuk menolaknya secara halus.
Kisah cinta ini bukan hanya menjadi bagian dari legenda, tetapi juga menjadi titik tolak bagaimana sejarah Gunung Bromo terbentuk secara spiritual dalam kepercayaan Suku Tengger.
Kyai Bimo dan Terbentuknya Gunung Batok serta Lautan Pasir
Masuk dalam bagian penting dari sejarah Gunung tersebut, kisah Kyai Bimo menjadi penanda terbentuknya geografi unik di kawasan ini. Roro Anteng menantang Kyai Bimo untuk membuat lautan dalam waktu satu malam. Dengan alat sederhana berupa batok kelapa, Kyai Bimo hampir berhasil menyelesaikan tantangan tersebut.
Namun, Roro Anteng menggagalkan usahanya dengan cara menumbuk padi di malam hari, membuat ayam berkokok lebih awal dan menyiratkan pagi telah tiba. Kyai Bimo merasa tertipu dan melempar batok kelapa yang di gunakannya. Batok itu kemudian menjelma menjadi Gunung Batok, sementara galian yang di buat membentuk lautan pasir di sekitar Gunung Bromo.
Legenda ini memperkaya narasi sejarah Gunung Bromo, bukan hanya sebagai tempat suci, tapi juga simbol perjuangan dan kelicikan demi cinta sejati.
Baca juga: Bagaimana Israel Bisa Menang di Perang Yom Kippur? Ketahui Disini Jawabannya!
Upacara Kasada, Warisan Leluhur dalam Sejarah Gunung Bromo
Tidak lengkap membahas sejarah Gunung Bromo tanpa menyinggung Upacara Kasada. Upacara ini merupakan ritual tahunan yang di laksanakan oleh masyarakat Tengger setiap tanggal 14 bulan Kasada dalam penanggalan Hindu Tengger. Upacara ini berasal dari kisah Joko Seger dan Roro Anteng yang tidak kunjung di karuniai anak.
Mereka melakukan pertapaan dan mendapat wahyu bahwa mereka akan memiliki anak dengan syarat harus mengorbankan satu anak mereka ke kawah Gunung Bromo. Setelah di karuniai 25 anak, mereka pun menepati janjinya. Anak bungsu mereka, Jaka Kesuma, dengan rela mengorbankan dirinya ke kawah demi keselamatan keluarga dan desanya.
Sebelum menghilang ke kawah, Jaka Kesuma berpesan agar setiap tahun masyarakat Tengger mempersembahkan hasil panen kepada Sang Hyang Widhi sebagai wujud syukur. Tradisi ini terus di jaga hingga kini, menjadikan Upacara Kasada sebagai salah satu warisan budaya paling sakral dalam sejarah Gunung tersebut.
Warisan Sejarah Gunung Bromo Bagi Generasi Kini
Melihat kembali jejak sejarah Gunung Bromo, kita tak hanya menyaksikan keindahan alam yang memukau, tetapi juga nilai-nilai luhur yang di jaga oleh masyarakat setempat. Cerita Joko Seger dan Roro Anteng bukan sekadar dongeng, melainkan cerminan cinta, keteguhan hati, dan pengorbanan.
Upacara Kasada pun menjadi pengingat akan pentingnya rasa syukur, penghormatan terhadap leluhur, dan keseimbangan antara manusia dan alam. Sejarah Gunung tersebut mengajarkan bahwa gunung ini bukan hanya objek wisata, melainkan tempat penuh nilai spiritual dan filosofi kehidupan.
Bagi anda yang berencana mengunjungi Gunung Bromo, ketahuilah bahwa setiap langkah di atas pasirnya, setiap hembusan kabutnya, adalah bagian dari cerita panjang yang telah di wariskan sejak berabad-abad lalu. Sejarah Gunung Bromo bukan hanya milik masyarakat Tengger, tetapi juga warisan budaya Nusantara yang patut di jaga dan di hormati.