Menggali Jejak Sejarah Ki Hajar Dewantara: Dari Bangsawan Keraton hingga Bapak Pendidikan Nasional

Sejarah Ki Hajar Dewantara

Online-uttarakhand.com – Suka bertanya-tanya siapa sosok di balik Hari Pendidikan Nasional yang tiap tanggal 2 Mei kita peringati? Ya, dia adalah Ki Hajar Dewantara, tokoh luar biasa yang punya andil besar dalam dunia pendidikan Indonesia. Tapi, kamu tahu nggak kalau sejarah Ki Hajar Dewantara itu penuh lika-liku perjuangan, mulai dari jadi jurnalis kritis, diasingkan Belanda, sampai akhirnya mendirikan sekolah nasional yang membentuk arah pendidikan bangsa kita?

Nah, kalau kamu masih belum tahu seperti apa Sejarah sebenarnya dari Bapak Pendidikan Indonesia ini, Yuk kita kulik bareng-bareng sejarah hidup beliau yang luar biasa. Jangan cuma tahu tanggalnya aja, tapi kenali juga perjuangan dan semangatnya yang bikin merinding! Tanpa banyak basa basi lagi, langsung saja pada penjelasannya!

Awal Mula Kehidupan Sang Tokoh

Sebelum jadi sosok yang kita kenal sekarang, sejarah Ki Hajar Dewantara di mulai dari kehidupan bangsawan. Lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889, nama aslinya adalah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Karena berasal dari keluarga Keraton Yogyakarta, Soewardi kecil punya kesempatan emas buat sekolah bareng anak-anak Eropa di Hindia Belanda.

Pendidikan Awal dan Semangat Menuntut Ilmu

Kamu harus tahu, sejarah Ki Hajar Dewantara sangat kental dengan dunia pendidikan sejak usia muda. Ia sempat sekolah di ELS (Europeesche Lagere School), sekolah dasar khusus untuk anak Eropa. Setelah itu, ia lanjut ke STOVIA, sekolah dokter untuk bumiputera.

Sayangnya, ia nggak bisa menyelesaikan pendidikannya karena alasan kesehatan, dan ada juga sumber yang menyebutkan kalau beasiswanya di hentikan oleh pemerintah Belanda. Tapi, ini nggak bikin dia menyerah, malah makin penasaran untuk terus belajar dan memperjuangkan ilmu.

Jadi Wartawan dan Aktivis, Siap Lawan Penjajahan

Buat kamu yang belum tahu, sejarah Ki Hajar Dewantara juga melekat erat dengan dunia jurnalistik. Ia pernah bekerja di beberapa surat kabar seperti De Express, Midden Java, hingga Oetoesan Hindia. Tulisan-tulisannya itu kritis banget, tajam, dan membakar semangat nasionalisme rakyat. Gaya menulisnya tuh nggak cuma informatif, tapi juga bisa menggugah hati.

Di masa ini juga, Ki Hajar aktif di organisasi Budi Utomo. Nggak berhenti sampai di situ, pada 1912, ia bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo mendirikan Indische Partij, suatu partai politik yang punya semangat kemerdekaan. Dan ini langkah besar dalam sejarah pergerakan nasional.

Membuat Marah Belanda Lewat Tulisan

Salah satu momen yang nggak bisa di lupain dalam sejarah Ki Hajar Dewantara adalah ketika ia menulis artikel berjudul Als Ik Eens Nederlander Was alias Seandainya Aku Seorang Belanda. Dalam tulisan ini, ia dengan berani mengkritik rencana Belanda mengadakan pesta kemerdekaan di tanah jajahan. Tulisan ini bikin Belanda murka dan akhirnya mengasingkan dia ke Pulau Bangka.

Tapi bukan cuma dia yang di buang. Dua sahabat seperjuangannya, Douwes Dekker dan dr. Cipto, juga ikut di asingkan karena tulisan mereka di anggap menghasut. Mereka bertiga kemudian mengajukan permohonan untuk diasingkan ke Belanda, bukan ke tempat terpencil. Hebatnya, permohonan itu di kabulkan!

Menimba Ilmu di Belanda

Jauh dari tanah air, sejarah Ki Hajar Dewantara justru makin cemerlang. Di Belanda, ia nggak cuma menikmati udara Eropa, tapi benar-benar mendalami sistem pendidikan di sana. Hasilnya? Ia berhasil meraih Europeesche Akte, semacam sertifikat pendidikan resmi. Nggak main-main, ini jadi modal besar saat ia kembali ke Indonesia.

Mendirikan Taman Siswa, Sekolah Rasa Nasionalisme

Setelah pulang ke Indonesia pada 1918, Ki Hajar nggak buang waktu. Pada 3 Juli 1922, ia mendirikan Perguruan Nasional Tamansiswa bersama rekan-rekannya. Nah, di sinilah babak baru sejarah Ki Hajar Dewantara di mulai. Tamansiswa bukan sekolah biasa, di sini para siswa nggak cuma belajar baca tulis, tapi juga di tanamkan semangat cinta tanah air dan nasionalisme.

Model pendidikan ini jadi tonggak penting dalam sejarah pendidikan nasional. Lewat Tamansiswa, pendidikan nggak lagi jadi hak istimewa bangsawan atau orang Belanda. Semua rakyat Indonesia bisa belajar dan berjuang lewat ilmu.

Aktif Menulis dan Membangun Arah Pendidikan Bangsa

Selain jadi pendidik, Ki Hajar Dewantara tetap produktif menulis. Tulisannya berjumlah ratusan dan banyak membahas soal pendidikan serta kebudayaan dengan perspektif kebangsaan. Tulisan-tulisan ini kemudian menjadi dasar pemikiran sistem pendidikan nasional yang kita kenal sekarang.

Salah satu filosofi terkenalnya adalah “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”. Artinya kurang lebih adalah di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan. Filosofi ini masih di gunakan dalam dunia pendidikan Indonesia hingga sekarang.

Baca juga: Menguak Jejak Sejarah Aqiqah, Dari Tradisi Jahiliyah hingga Tuntunan Islam

Jadi Menteri dan Dihormati Bangsa

Setelah Indonesia merdeka, sejarah Ki Hajar Dewantara mencatat satu lagi pencapaian besar, ia di angkat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama. Bahkan, Universitas Gadjah Mada memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepadanya pada tahun 1957. Sayangnya, dua tahun setelah itu, tepatnya 28 April 1959, beliau wafat di Yogyakarta dan di makamkan di sana.

Dengan semangat “tut wuri handayani” nya, Ki Hajar Dewantara mengajarkan kita bahwa pendidikan bukan sekadar soal sekolah, tapi tentang membentuk karakter dan cinta tanah air. Jadi, kalau kamu hari ini bisa belajar dan bermimpi besar, jangan lupa bahwa itu semua adalah hasil dari perjuangan panjang yang tertulis dalam sejarah Ki Hajar Dewantara. Semoga informasinya bermanfaat!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *