Online-uttarakhand.com -Ngomong-ngomong sejarah Kerajaan Mataram Kuno, nama raja raja dinasti sanjaya nggak bisa di lewatkan kan. Dinasti ini memerintah di Jawa Tengah setelah era Dinasti Syailendra, tepatnya pada masa Kerajaan Medang.
Di bawah kepemimpinan dinasti ini, Mataram Kuno berkembang pesat sebagai pusat kebudayaan dan pembelajaran agama Hindu, terutama aliran Siwa. Menariknya, ada total 14 raja yang pernah memimpin, masing-masing dengan kisah, prestasi, dan tantangan sendiri. Yuk, kita ulas lengkap biar kamu paham alur sejarahnya.
1. Sanjaya (732–760)
Sanjaya adalah pendiri sekaligus raja pertama Dinasti Sanjaya. Berdasarkan Prasasti Canggal, ia adalah penganut Hindu aliran Siwa. Sanjaya merupakan putra raja ketiga Galuh dan Sanaha, serta cucu Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga.
Sebelum memerintah Mataram, ia memimpin Kerajaan Galuh dan Sunda setelah mengalahkan Purbasora dengan bantuan Tarusbawa. Saat Tarusbawa wafat, Sanjaya memfokuskan kekuasaan di Medang, yang menjadi pusat pemerintahan Mataram Kuno. Masa pemerintahannya di kenal damai dan penuh pembangunan.
2. Rakai Panangkaran Dyah Pancapana (770-an)
Rakai Panangkaran adalah raja kedua yang dikenal religius. Meski berasal dari Dinasti Sanjaya, ia punya hubungan erat dengan Dinasti Syailendra, terlihat dari izinnya untuk membangun Candi Kalasan bercorak Buddha Mahayana. Hubungan politik ini menunjukkan adanya diplomasi dan toleransi antar agama di masa itu. Namun, sejarawan masih berbeda pendapat apakah ia anak Sanjaya atau bagian dari Syailendra.
3. Rakai Panunggalan
Nama Rakai Panunggalan tercatat di Prasasti Mantyasih, tapi masa pemerintahannya tidak jelas. Menurut teori Slamet Mulyana, ia mungkin identik dengan Dharanindra, seorang raja yang memperluas wilayah kekuasaan Medang. Sayangnya, bukti sejarahnya masih minim.
4. Rakai Warak
Rakai Warak adalah gelar yang berarti Kepala Daerah Warak. Ada dugaan kuat bahwa ia adalah Samaragrawira, ayah Balaputradewa, dan kemungkinan sama dengan Samaratungga dari Syailendra. Jika benar, ini menunjukkan adanya hubungan yang rumit antara Dinasti Sanjaya dan Syailendra.
5. Rakai Garung
Tidak banyak catatan yang tersisa tentang Rakai Garung. Namun, ia tercatat sebagai penerus Rakai Warak dalam Prasasti Mantyasih. Keberadaannya menunjukkan kesinambungan kekuasaan dinasti ini meskipun bukti tertulisnya terbatas.
6. Rakai Patapan atau Rakai Pikatan (838–855)
Rakai Pikatan, atau Mpu Manuku, adalah salah satu raja paling terkenal. Ia memindahkan ibu kota ke Desa Mamrati dan membangun Candi Prambanan, sebuah karya arsitektur Hindu yang megah. Pernikahannya dengan Pramodhawardhani dari Syailendra menjadi simbol persatuan politik dua dinasti besar di Jawa, sekaligus mengakhiri perseteruan panjang di antara keduanya.
7. Rakai Kayuwangi (855–885)
Putra bungsu Rakai Pikatan ini terkenal karena berhasil mengalahkan musuh ayahnya, Balaputradewa. Masa pemerintahannya cukup panjang dan stabil, meski catatan detail kebijakannya tidak banyak di temukan. Penerusnya adalah Rakai Watuhumalang.
8. Rakai Limus Dyah Dewendra (885–887)
Namanya tercatat di Prasasti Poh Dulur, tapi tidak muncul dalam Prasasti Mantyasih. Hal ini memunculkan dugaan adanya perpecahan politik, di mana kekuasaan tidak sepenuhnya di pegang oleh satu penguasa pusat.
9. Rakai Gurunwangi Dyah Badra (887)
Nama Rakai Gurunwangi muncul di Prasasti Munggu Antan. Ada kemungkinan ia adalah kerabat Rakai Pikatan yang memberontak terhadap Rakai Kayuwangi. Pemberontakan ini mungkin di dorong oleh persaingan kekuasaan dalam keluarga besar kerajaan.
10. Rakai Watuhumalang (894–898)
Rakai Watuhumalang tercatat dalam Prasasti Mantyasih sebagai raja kedelapan yang berpusat di Mamrati. Menurut teori, penerusnya, Dyah Balitung, adalah menantunya. Hubungan keluarga ini bisa jadi alasan kelancaran suksesi takhta.
11. Rakai Watukura Dyah Balitung (898–910)
Dyah Balitung adalah salah satu raja terbesar Dinasti Sanjaya. Wilayahnya meluas dari Jawa Tengah hingga Bali. Ia memindahkan pusat pemerintahan ke Poh Pitu setelah istana lama hancur karena perang saudara antara Rakai Kayuwangi dan Rakai Gurunwangi. Balitung juga di kenal mengatur sistem administrasi kerajaan lebih rapi.
12. Daksa (910–919)
Mpu Daksa adalah putra Rakai Gurunwangi atau cucu Rakai Pikatan. Sebelum menjadi raja, ia menjabat sebagai Rakai Hino, salah satu jabatan tertinggi di pemerintahan. Ia naik takhta setelah menggulingkan Dyah Balitung, menunjukkan bahwa politik kerajaan pada masa itu penuh intrik.
13. Tulodong (919–921)
Dyah Tulodong adalah menantu Mpu Daksa. Ia memimpin Medang di Poh Pitu, tapi pemerintahannya singkat. Ia di kudeta oleh Dyah Wawa dengan dukungan Mpu Sindok, yang kelak memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur.
14. Dyah Wawa (924–928)
Dyah Wawa adalah raja terakhir Dinasti Sanjaya di Jawa Tengah. Sebelum menjadi raja, ia adalah pejabat pengadilan. Setelah pemerintahannya, Mpu Sindok mengambil alih dan memindahkan ibu kota ke Jawa Timur, mengakhiri era Dinasti Sanjaya di wilayah ini.
Baca juga: Peradaban Tartaria, Mengungkap Asal-Usul, Mitos, dan Kenyataan
Kisah raja raja dinasti sanjaya adalah potret sejarah yang penuh strategi, diplomasi, dan pembangunan. Dari Sanjaya yang meletakkan dasar kerajaan, Rakai Pikatan yang membangun Prambanan, hingga Dyah Wawa yang menutup masa kejayaan mereka, semua punya peran penting dalam membentuk peradaban Jawa. Hingga kini, warisan raja raja dinasti sanjaya masih menjadi kebanggaan dan bukti kejayaan masa lalu Nusantara.