Bayang-Bayang Perang Korea di Tengah Konflik Rusia-Ukraina

Perang Korea

online-uttarakhand | Ketegangan global kembali memanas. Di tengah perang yang belum juga mereda antara Rusia dan Ukraina, dunia kini menoleh ke arah Semenanjung Korea. Perang Korea, yang pernah mengoyak wilayah tersebut pada awal 1950-an, kini seolah membayangi kembali lewat keterlibatan Korea Utara dalam konflik internasional. Pyongyang tampaknya telah mengambil sikap terang-terangan dengan merapat ke Moskow, menyulut kekhawatiran baru akan eskalasi militer yang melibatkan Asia Timur dan Eropa sekaligus.

Korea Utara dan Rusia, Persatuan Baru di Tengah Kobaran Perang

Pada 12 November 2024, Korea Utara secara resmi mengumumkan bahwa mereka telah meratifikasi pakta pertahanan dengan Rusia. Lewat dekrit dari Kim Jong Un sendiri, seperti dilaporkan KCNA dan dikutip AFP, perjanjian ini menandai level baru kerja sama militer antara dua negara yang sama-sama sering berada di luar orbit kebijakan Barat.

Fakta ini bukan sekadar simbolik. Disebutkan bahwa perjanjian tersebut akan berlaku efektif setelah kedua negara bertukar instrumen ratifikasi. Artinya, secara hukum dan strategi, Korea Utara dan Rusia kini terikat komitmen untuk saling membantu jika diserang pihak luar.

Langkah ini menjadi babak baru dalam hubungan Korea Utara dan Rusia, terlebih setelah pada Juni lalu, Kim Jong Un dan Vladimir Putin menandatangani perjanjian strategis yang mencakup kewajiban untuk memberikan dukungan militer tanpa penundaan.

Korut Kirim Ribuan Tentara? Barat Siaga!

Apa benar Korut benar-benar ikut turun tangan di medan perang? Menurut intelijen dari Korea Selatan, Ukraina, dan pihak Barat, jawabannya mengarah ke ya. Mereka menyebut Korea Utara telah mengirimkan sekitar 10.000 personel militer ke Rusia dalam beberapa pekan terakhir.

Menariknya, ketika Presiden Putin ditanya soal dugaan ini, ia tidak membantah. Alih-alih menjawab, ia malah mengkritik keterlibatan negara-negara Barat yang mendukung Ukraina. Sebuah taktik retoris yang makin memantik spekulasi.

Korea Utara disebut tak hanya menyuplai pasukan, tapi juga peluru artileri dan rudal yang digunakan dalam pertempuran di Ukraina. Sebagai imbalannya, Pyongyang dikabarkan mendapat dukungan teknologi dari Rusia bisa jadi untuk memperkuat program nuklir mereka yang selama ini jadi momok dunia internasional.

“Perjuangan Suci” dan Puja-Puji untuk Putin

Pujian demi pujian terlontar dari mulut para petinggi Korea Utara. Menteri Luar Negeri Korut, Choe Son Hui, bahkan menyebut perang Rusia di Ukraina sebagai “perjuangan suci”. Ia tak ragu menyebut Putin sebagai pemimpin bijak, menandakan bahwa hubungan kedua negara bukan cuma sekadar strategi, tapi juga ideologis. Retorika seperti ini membawa kembali memori kelam Perang Korea di mana persekutuan ideologis antara negara-negara komunis dan demokrasi liberal menjelma jadi konflik bersenjata skala penuh.

Korea Selatan Mulai Angkat Senjata?

Keterlibatan Korea Utara ini memicu reaksi keras dari tetangganya di Selatan. Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, tak tinggal diam. Dalam konferensi pers bersama Presiden Polandia Andrzej Duda, ia menyatakan kemungkinan Korsel untuk memasok senjata ke Ukraina jika benar pasukan Korut terjun ke medan perang.

Ini adalah perubahan besar. Selama ini, Korea Selatan di kenal berhati-hati, membatasi bantuan pada aspek kemanusiaan saja. Namun, jika situasi berkembang seperti sekarang, revisi terhadap Undang-Undang Perdagangan Luar Negeri mungkin akan segera di lakukan agar Seoul bisa lebih aktif di medan geopolitik.

Mengulang Sejarah Kelam Perang Korea?

Perang Korea tahun 1950 hingga 1953 menggoreskan luka mendalam di Semenanjung Korea. Dua Korea yang awalnya satu, kini terpisah dalam dua sistem yang sangat berbeda. Dan kini, seiring konflik Ukraina-Rusia terus membara, bayang-bayang perang itu seolah hidup kembali dalam bentuk yang lebih modern.

Korea Utara dan Selatan kini berada di kubu yang berlawanan dalam konflik ini Korut bersama Rusia, Korsel berpihak pada Ukraina dan sekutu Barat. Bukan tidak mungkin, ketegangan ini bisa merambat lebih jauh, memunculkan konflik regional baru atau bahkan, perang proksi besar-besaran.

Apa yang terjadi hari ini di Eropa Timur ternyata punya gema yang menggema hingga ke Asia Timur. Perang Korea, yang dulu membelah satu bangsa jadi dua, kini hadir dalam bentuk baru: keterlibatan tak langsung dalam konflik besar dunia.

Ketika Korut dan Korsel memilih kubu masing-masing, dunia pun mengamati dengan napas tertahan. Mampukah kita belajar dari sejarah, atau justru mengulang tragedi yang sama dalam skenario berbeda? Satu hal pasti, dunia harus waspada. Karena dalam politik global, sejarah tak pernah benar-benar berakhir ia hanya berganti wajah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *