Online-uttarakhand.com – Coba bayangkan sebuah negara yang sudah puluhan tahun hidup dalam bayang-bayang perang. Senjata bukan lagi pemandangan asing, dan anak-anak tumbuh besar dengan suara dentuman bom. Itulah realitas di Afghanistan. Tapi, apa sebenarnya yang terjadi di negara ini hingga bisa mengalami konflik selama dua dekade lebih? Kenapa Amerika Serikat terlibat begitu dalam? Yuk, kita kulik bersama cerita penuh luka yang bernama Perang Afghanistan.
Awal Mula, Tragedi 11 September dan Invasi AS
Segalanya bermula pada 11 September 2001. Dunia gempar. Serangan teror menghantam jantung Amerika Serikat, merenggut hampir 3.000 nyawa. Serangan itu langsung dikaitkan dengan Osama bin Laden, pimpinan kelompok teroris al-Qaeda yang bersembunyi di Afghanistan di bawah perlindungan Taliban.
Taliban menolak menyerahkan Bin Laden, dan dalam waktu sebulan, Amerika meluncurkan serangan udara ke Afghanistan. Tujuannya jelas yakni menghancurkan al-Qaeda dan menggulingkan rezim Taliban.
Taliban Tumbang, Tapi Tak Hilang
Serangan demi serangan berhasil menggulingkan Taliban dalam waktu singkat. Pemerintahan baru dibentuk pada 2004 dengan dukungan Amerika dan sekutu-sekutunya. Tapi bukan berarti masalah selesai. Taliban tidak benar-benar hilang. Mereka hanya menghilang dari permukaan, bersembunyi, dan kembali memperkuat diri.
Dengan modal dari perdagangan opium, tambang ilegal, dan pajak dari daerah-daerah yang mereka kuasai, Taliban bangkit perlahan. Mereka kembali menyerang. Dari tahun ke tahun, serangan menjadi lebih masif dan brutal, menyasar militer maupun warga sipil.
Afghanistan Sebelum 2001, Sudah Penuh Konflik
Banyak yang mengira masalah Afghanistan baru dimulai saat Amerika datang. Faktanya, negara ini sudah lama bergelut dengan perang. Pada akhir 1970-an, Uni Soviet menginvasi Afghanistan untuk mendukung pemerintah komunis. Tapi, kelompok Mujahidin yang didukung AS, Pakistan, dan negara-negara lain melakukan perlawanan keras.
Soviet akhirnya mundur pada 1989, tapi kekacauan belum usai. Afghanistan masuk ke fase perang saudara. Dari kekacauan inilah Taliban muncul pada awal 1990-an dengan janji membawa keamanan dan memberantas korupsi.
Baca juga: Gak Nyangka! Ini Taktik Rahasia Soedirman di Perang Ambarawa
Hukum Taliban, Ketat dan Ekstrem
Saat Taliban berkuasa, hukum yang mereka terapkan sangat keras. Mereka menjalankan hukum syariah versi ekstrem yakni hukuman mati di depan umum untuk pembunuh, amputasi untuk pencuri, dan larangan sekolah bagi anak perempuan. Musik, film, bahkan televisi dilarang. Hidup di bawah Taliban adalah hidup dalam ketakutan.
Perang yang Tidak Pernah Usai
Setelah Taliban digulingkan, harapan akan masa depan yang damai mulai muncul. Tapi realitanya jauh dari kata tenang. Meskipun pasukan internasional membantu pelatihan militer Afghanistan, serangan dari Taliban terus terjadi. Bahkan pada 2018, laporan BBC menyebut Taliban aktif di 70% wilayah Afghanistan.
Serangan demi serangan menewaskan puluhan ribu orang, baik militer maupun sipil. Lebih dari 2.300 tentara AS dan 450 tentara Inggris tewas. Tapi korban paling banyak adalah warga Afghanistan sendiri. Diperkirakan lebih dari 60.000 pasukan keamanan lokal tewas, belum termasuk lebih dari 100.000 warga sipil yang jadi korban kekerasan.
Biaya Fantastis, Triliunan Dolar untuk Perang
Perang ini bukan cuma mahal dari segi nyawa, tapi juga dari segi uang. Amerika diperkirakan menghabiskan lebih dari 1 triliun dolar untuk membiayai operasi militer di Afghanistan. Jumlah itu belum termasuk biaya perawatan veteran perang dan bantuan pembangunan. Dan hasilnya? Masih jadi pertanyaan besar.
Kesepakatan Damai yang Rawan
Pada Februari 2020, AS dan Taliban menandatangani kesepakatan damai. Intinya, pasukan AS dan NATO akan ditarik sepenuhnya jika Taliban berhenti memberi tempat bagi kelompok teroris seperti al-Qaeda. Ribuan tahanan Taliban dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan ini.
Namun ironisnya, perjanjian ini dibuat tanpa melibatkan pemerintah Afghanistan. Dan sejak saat itu, serangan dari Taliban justru meningkat. Mereka menguasai lebih banyak wilayah dan membuat warga sipil hidup dalam ketakutan.
Penarikan Pasukan dan Kemenangan Taliban
Pada 2021, Presiden Joe Biden memutuskan untuk menarik semua pasukan AS dari Afghanistan. Targetnya adalah semua tentara pulang selambat-lambatnya 11 September, tepat 20 tahun sejak tragedi 9/11. Pangkalan militer Bagram, pusat operasi militer AS, di tinggalkan.
Keputusan ini menjadi momentum bagi Taliban. Tanpa kehadiran militer asing, mereka cepat menguasai kembali wilayah-wilayah strategis dan bahkan berhasil merebut ibu kota Kabul. Banyak tentara Afghanistan menyerah atau kabur ke negara tetangga.
Apa Hasil Nyata dari Perang Ini?
Pertanyaan besar yang muncul yzkni apakah perang selama 20 tahun ini layak? Dari sudut pandang kontra-terorisme, ada hasil positif. Sejak perang di mulai, tidak ada serangan teror besar yang di rencanakan dari Afghanistan. Namun dari segi stabilitas dan kemajuan sosial? Banyak pembangunan hancur. Sekolah, kantor pemerintahan, hingga fasilitas listrik rusak atau di kuasai kembali oleh Taliban. Kelompok seperti al-Qaeda dan ISIS pun masih eksis dan aktif melakukan serangan.
Perang yang Tak Memberi Jawaban Jelas
Perang Afghanistan bukan sekadar konflik militer. Ini adalah kisah tentang ambisi, ideologi, penderitaan, dan harapan yang pupus. Dua dekade perang membawa korban besar bagi semua pihak, tapi sampai sekarang, damai sejati masih jauh dari jangkauan.
Bagi kamu yang penasaran dengan realita geopolitik modern, kisah Afghanistan adalah cermin bagaimana kekuatan global dan lokal beradu di atas punggung rakyat biasa. Dan dari semua itu, satu pelajaran penting muncul bahwa perang jarang memberi solusi, justru sering meninggalkan luka yang dalam dan sulit sembuh.